Wednesday 21 November 2012

Sheila On 7 di Bulan Mei (Lagi): Konser yang Sebenarnya

Bisa membuat sebuah konser tunggal adalah pencapaian kebanggaan setiap musisi. Namun konser tunggal mensyaratkan sesuatu yang tak mudah. Tentu saja, musisi tersebut setidaknya sudah memiliki pencapaian, baik dalam jumlah album maupun basis penggemar. Sehingga nantinya konser tunggal bisa menunjukkan kebesaran musisi tersebut. Maka biasanya konser tunggal adalah milik mereka yang sudah malang-melintang dan makan asam-garam dunia musik, yang usianya tak cuma seumur jagung, dan penggemarnya punya loyalitas kelas dewa. ADA Band, salah satu band favorit saya, juga sempat bercita-cita membuat konser tunggal. Namun sayang, meski masih eksis di dunia musik, mereka telah kandas dalam banyak hal. Malam tadi, band favorit saya Sheila On 7-lah yang telah berhasil mewujudkan impian itu dalam "Sheila On 7 16th Anniversary 3 on 3 Concert".

Pagi ini pasti sudah banyak media massa yang memberitakan konser ini, termasuk koran langganan keluarga saya. Orang lain pun sudah pasti lebih banyak yang posting tentang konser ini dalam berbagai bentuk mulai twit sampai blog. Tapi setiap orang pasti punya versi sendiri yang berbeda dan saya juga akan berkontribusi supaya nama Sheila On 7 tetap bergaung pagi ini. Semalam sungguh konser yang hebat, hingga saya sudah tidak merasa lelah lagi pagi ini setelah membuat gempa (mungkin tak sampai) 1 SR  di Grand Pacific Hall.


Prakonser


Siang kemarin waktu saya dan teman-teman menukarkan kuitansi tiket
presale, antrian memang panjang tapi masih dalam batas wajar. Maka kami mengira semuanya akan baik-baik saja hingga saya ingat bahwa tiket yang terjual mencapai 4.000 lembar ditambah ratusan tiket yang dijual on the spot. Annisa Ika Tiwi, sebut saja sebagai koordinator tiket kami semua, mengajak tiba di venue jam lima sore. Saya sempat agak ragu mau tapi akhirnya nurut juga. Maunya sih biar dapet posisi wuenak waktu nonton.

Jadilah saya istirahat sekitar dua jam di rumah untuk kemudian harus melakukan perjalanan jauh ke barat lagi ke Grand Pacific Hall.
Diah Sri Utari dan Anindita Irnila (yang datang ke Jogja demi band ini) melaporkan lokasi venue jam lima masih sepi. Maka saya dan teman-teman pun nongkrong dulu di burjo kebanggaan, Samiasih sambil makan dan salat magrib dulu. Jam enam lebih, kami baru berangkat, diantar oleh langit yang horor (penuh kilat dan cahaya seperti ada yang ajep-ajep di langit).

Nah lo nah lo, tiba di
venue antrian sudah hampir mencapai gerbang depan. Ular naga panjangnya. Termasuk Sheila Gank dari berbagai daerah sudah terlihat di mana-mana. Tapi kami masih bisa tertawa di atas penderitaan orang lain yang ternyata masih banyak mengular di belakang kami. Hasil dari langit penuh kilat tadi adalah angin mulai kencang sekali dan...BRESS!! Antrian tidak segera maju dan hujan mengguyur ampun-ampunan. Tak ada payung, jas hujan, apalagi atap. Hampir semua teman bilang, intinya "belum pernah aku demi konser sampai kayak gini." Walhasil, beberapa teman termasuk saya, berlindung di bawah kemeja Bayu Ardiyanto yang dijadikan terpal dan beberapa menit kemudian terpal nonparasit itu basah kuyup dan tak tahulah kami mau berteduh di mana lagi tanpa meninggalkan antrian.

Mas-mas kru di depan cuma bisa bilang "Sabar ya" "Tertib ya" "Pelan-pelan" "Tenang" hingga "Sheila On 7 belum main kok." Yaeelaah, ini desak-desakan juga karena keburu pengen
ngeyup bukannya mengira SO7 udah main. Gate yang sudah dibagi antara kelas festival dan VIP udah gak ada gunanya lagi. Semuanya masuk campur aduk. Daaaan, alhamdulillah yaa, kelas festival ditaruh depan, dan kelas VIP di belakang dengan posisi lebih tinggi dan diberi kursi. Kalau gini kan jadinya festival gak teraniaya VIP. Tapi sudah banyak saja yang menyemut di depan panggung. Jadilah kami dapet posisi di tengah. Dan kemalangan anak perempuan seperti saya adalah ketika berdiri di belakang lelaki tinggi, aahh tidaak.

Konser


Sudah cukup cerita tentang saya dan teman-teman. Pada akhirnya konser dimulai. Baru kali ini saya menyaksikan konser yang tertata dengan konsep yang apik seperti ini. Panggung mempesona dan
lighting memukau cuma bisa bikin menganga. Personel Sheila On 7 malam itu semuanya mendadak lebih ganteng, lebih keren, lebih enerjik. Duta memukau dengan staminanya bergerak kesana-kemari dan bernyanyi tiga jam tanpa drop. Adam memukau dengan rambutnya yang sekarang kriwil dan tampak lebih muda. Semoga gitarnya yang dicolong bisa ketemu ya Mas Adam. Eross, meski biasanya juga udah nempel sama gitar, malam tadi terlihat jauuuh lebih keren dengan gitarnya. Yang saya salut dari laki-laki adalah karena mereka bisa langsung keren berkat atribut: alat musik dan alat olahraga misalnya. Brian, juga tak kalah keren. Drumer adalah yang paling hebat staminanya ketika konser berlangsung tiga jam dan gebukannya tetap mampu membuat penonton lonjak-lonjak.

Konser dibagi dalam tiga sesi yang terdiri atas dua sesi
full band dan satu sesi akustik. Sesi pertama yang merupakan sesi pemanasan, banyak mengajak penonton lonjak-lonjak dulu untuk mengumpulkan tenaga. Yang mengejutkan di sesi ini, Sheila On 7 memasukkan "My Heart Will Go On" dalam salah satu medley yang dilanjutkan dengan "Itu Aku". Sementara, sesi akustik menggunakan panggung kecil di belakang kelas festival dan dekat sekali dengan penonton VIP. Kelebihannya, panggung akustik lebih tinggi dari panggung utama sehingga seluruh personel lebih terlihat jelas. Sesi akustik adalah sesi paling melting sepanjang konser, dengan lagu-lagu yang mendayu dan volume suara penonton pun ikut melunak. Pada sesi ini, Brian, Eross, dan Adam sempat menunjukkan atraksi menarik. Brian menepuk pangkal gitar sebagai pengganti perkusi, Eross bermain di area lubang resonansi gitar, dan Adam bermain di area leher gitar.Ya, mereka melakukannya bersama di atas satu buah gitar.

Tiap pergantian sesi ada istirahat beberapa saat dan mereka akan dengan cepat kembali ke panggung dengan penampilan baru. Sesi terakhir kembali memanas dan kami lagi-lagi memuji stamina mereka. Kami yang hampir lemah letih lesu kembali ikut jingkrak-jingkrak dan bernyanyi bersama. Hingga saat terakhir menjadi saat yang mengharukan ketika keluarga masing-masing personel ikut naik ke atas panggung dan membawa kue tart plus lilin ultahnya. Istri-istri mereka tampak cantik sekali malam itu, anak-anak mereka semua tampak lucu-lucu dan menggemaskan. Mereka memiliki suami dan ayah yang juga dicintai banyak orang, hebat. Kami juga diperkenalkan dengan Khaylila, keponakan Eross yang menjadi inspirasi lagu "Khaylila's Song". Tak hanya keluarga, seluruh kru Sheila On 7 pun ikut naik ke panggung.


Setelah lilin ditiup, taburan kertas warna-warni pun tersembur dari atas, balon-balon berjatuhan, dan kembang api bersemarak. Setelah nomor lagu terakhir, Duta cs mengucap terima kasih sebanyak-banyaknya, berulangkali, seolah tak pernah cukup. Sama-sama mas-masnya, kalian sudah membuat kami bangga, gembira, dan bahagia. Dan akhirnya konser benar-benar berakhir dan pakaian kami yang basah kuyup kehujanan semua sudah kering.


Sebelum pulang, kegiatan wajib kami cuma foto-foto (karena bukan dari kamera saya, foto menyusul, wakakaka). Kami berfoto dengan latar belakang panggung megah itu. Tak puas, kami keluar dan berfoto lagi dengan backdrop Sheila On 7 di depan pintu hall. Saya merasa kru-kru di depan kami memandang tidak enak ke arah kami, tapi cuek sajalah. Pantas saja, ternyata kami diburu-buru minggir dulu karena Pak Yan Djuhana-nya Sony BMG ternyata mau memberi testimoni di lokasi kami tadi foto-foto, hihihi.


Ya sudahlah, kami mendapatkan apa yang kami inginkan: konser Sheila On 7 yang sebenarnya. Selamat ulang tahun, semoga kalian jaya dan melegenda



Originally posted on May 18th 2012

No comments:

Post a Comment