Di
pagi yang cerah tadi saya sudah melesat ke Jl. Krasak, Kotabaru. Saya
hendak meliput acara softskill training yang diadakan oleh lembaga
pengembangan karir dari UGM. Ini sungguh kegiatan liputan yang
menyenangkan dan sungguh berbeda dengan ketika magang di radio manakala
ikut matkul Jurnalisme Penyiaran atau 'ngguling-ngguling' di pers
mahasiswa. Liputan kali ini saya tidak harus berpanas-panas dan lama
menunggu. Saya hanya duduk di ruang training dan mencatat seluruh
peristiwa training yang terjadi secara 5W1H. Lumayanlah, anggep aja
peserta training juga ;)
Nah, mungkin sekalian saya share saja di
sini ilmunya. Tapi sedikit saja mungkin ya, soalnya peserta yang ikut
tadi harus bayar 70-90 ribu lho buat dapet ilmu ini. Olrait, tema
trainingnya adalah problem solving. Intinya adalah, agar sukses
memecahkan masalah, kita harus punya kemampuan berpikir analitis dan
kreatif. Analitis buat mengidentifikasi masalah (alamak skripsiiii) dan
kreatif buat mencari solusinya. Caranya adalah dengan menuliskan
berbagai alternatif solusi atas masalah yang dihadapi, meski beberapa
diantaranya gak logis, gak mutu, ra lucu, ra modal, gak penting, yang
penting tulis saja semua, baru dieliminasi.
Dalam rangka
brainstorming melatih kemampuan berpikir kreatif, trainer pun
melontarkan pertanyaan "Apa yang akan Anda lakukan dengan selembar
kertas?". Sayangnya saya hanya menjawab "Buat bikin pesawat-pesawatan
dan buat nulis puisi." Padahal dulu saya pernah mendapat pertanyaan "Apa
fungsinya penjepit kertas?" dan saya mengatakan sesuatu yang membuat
semua orang tertawa: "Buat ngedorong koin yang sesak mau masuk kotak
infak mesjid." Bahkan tidak cuma itu. Masih ada sederet kegunaan 'ra
mutu' penjepit kertas lainnya yang saya tuliskan. Aih, kreativitas saya
sedikit berkurang rupanya.
Selepas liputan, saya pun nongkrong
ke perpustakaan dengan gaya khas anak wifi. Saya sudah berencana
mengunduh The Beatles Anthology Disc 4 split 1 dari situs yahud
indowebster.com sebesar sekitar 600 MB. Sayang kecepatan wifi Unit 1
Lantai 1 hanya seputaran 20 kbps, yaelah. Padahal Sabtu pagi lalu,
kecepatannya mencapai lebih dari 1 mbps sodara-sodara *langsung ngiler
donlot*. Saya jadi heran sama anak-anak cowok yang doyan donlot
gede-gede dan kerap berhasil. Padahal wifian-nya juga gak di tempat
aneh, misal di emper rumah dukun bandwidth. Tapi beberapa memang harus
mencari kesempatan pada situasi yang sepi sih biar bisa ngebut
mengunduh.
Dan...saya mengidentifikasikan ini sebagai masalah.
Rumusan masalahnya adalah "Bagaimana mengunduh The Beatles Anthology
tanpa lelet tanpa putus, di perpus, siang hari?". Solusinya adalah:
1. Teriak "Pergi semuanya! Tinggalkan saya wifian sendiri!" ---> '_______________'
2. Beli modem CDMA EVDO Rev.B yang konon mampu mencapai 14,7 mbps ---> duit gak ada, kelamaan, butuh donlot sekarang juga.
3. Mengancam petugas kontrol hotspot dengan clurit ---> gak punya clurit
4. Berdoa ---> tapi kalo tanpa usaha yaa gimana yaa
5. Beli DVD The Beatles Anthology dari Amazon ---> nunggu kurs 1 dollar = 1 rupiah sepertinya hanya mimpi
Hmm,
tapi memang berpikir kreatif kalau tidak dieliminasi ya begitulah
jadinya. Lima alternatif di atas terpikirkan setelah dengan bantuan
Internet Download Manager pun kecepatan tidak meningkat juga.
Ganti-ganti wifi pun nihil. Sementara di kompleks UGM sedang rawan bawa
laptop malam-malam.
Dan akhirnya...saya terdampar di...Torrent! ---> aduuh saya gaptek sekali baru mudeng sekarang.
Saya
sudah mengunduh aplikasi U-Torrent, mempelajarinya, dan mencoba meski
hasilnya beluuuuum juga menggembirakan. Maybe next time. Mungkin saya
harus wifian sabtu pagi lagi. Atau menunggu skripsi saya agak selo agar
bisa tamasya ke tempat yang wifinya ngebut seperti di foodcourt dan
PPTIK.
Tapi yang terpenting adalah: saya sudah berlatih problem solving, whatever they say
Originally posted on May 2nd 2012
No comments:
Post a Comment