Saturday 31 May 2014

Kenapa Inggris #2: Membuktikan Negeri Impian Itu Ada

Sejak meninggalkan rahim ibunda, saya tak pernah tinggal di tempat lain selain Jogja. Ya, itu tempat tinggal saya sekarang, dari dulu. Sebuah daerah yang orang bilang nyaman, paling nyaman bahkan. Mau ditinggali sampai akhir hayat pun diri ini tak pernah protes.

Pengantar singkat di atas sepertinya sudah menjelaskan kalau saya tidak pernah pergi ke mana-mana. Cuma mudik lebaran yang membawa saya ke Jawa Timur. Cuma piknik sekolah yang membawa saya ke Bali. 

Kalimantan? Sulawesi? Papua? Untung ada atlas. Setidaknya saya tahu bentuk pulaunya. Lalu bagaimana dengan negara lain? Untung halaman tengah atlas menyematkan peta dunia. Saya jadi tahu Inggris ada di pojokan sana. Sejauh ini, baru jari telunjuk saya yang sampai ke negara kecil di peta dunia itu.

Saya pun berniat, suatu hari saya harus pergi ke luar negeri selain naik haji. Inggris adalah sebuah pilihan paling kena di hati tatkala saya ingat semua yang berhubungan dengan Inggris adalah hal menarik. Dalam hal ini, branding Inggris di otak saya sukses total. Negara ini tak perlu mempromosikan hal menarik yang dimilikinya satu per satu. Cukup sebut nama negara ini, minimal saya akan melirik, maksimal saya bisa tampak gila tak terhingga.

Jadilah salah satu impian saya adalah pergi ke Inggris, ke negeri di mana banyak hal yang saya sukai ada di sana. Kenapa impian? Impian biasanya mengandung hal-hal yang sulit digapai dan membutuhkan usaha berlebih untuk mencapainya. Jelas pergi ke Inggris adalah impian buat saya. Kurang sulit apa? Mau jalan kaki, mau sampai kapan sampainya. Jalan kaki berarti butuh berenang menyeberangi laut dan selat, dan...saya tidak bisa berenang.

Sebentar...sebentar. Mari kita bahas hal-hal yang realistis saja. Jalan kaki ke Inggris jelas tidak realistis. Mungkin membicarakan tiket pesawat, paspor, dan visa jauh lebih realistis. Bahkan yang realistis pun masih terasa sulit saudara-saudara. Dengan gaji kotor sedikit di atas UMR, adalah berat membeli tiket penerbangan Jakarta-London sekitar Rp 10 juta belum PP. Belum lagi ketika saya harus mengendapkan minimal Rp 50 juta dalam rekening saya sebagai syarat pengajuan visa.

Mungkin saya mampu mengumpulkan uang tetapi tentu tak akan terkumpul dalam waktu dekat, kecuali saya menang undian, mendadak kaya, atau suami saya tinggal di Inggris, who knows? Opsi lainnya adalah mencari pihak yang akan 'membiayai' saya pergi ke negeri impian. Entah beasiswa studi, mertua yang tinggal di Inggris (apa-apaan ini), atau mungkin Mister Potato :)

Dan itulah yang saya lakukan selama ini. Saya tunggu saja mana yang lebih dulu: 'tabungan terkumpul' atau 'ada yang membiayai'. Tugas saya sekarang adalah berusaha dan berdoa. Berusaha secara konkret maupun berusaha memelihara impian saya ini. Kita semua tahu fokus hidup bisa saja terpecah dan mimpi pun enyah. Namun, saya harap, seiring Big Ben dan Tower Bridge bohongan masih menempel di dinding kamar, saya akan terus teringat impian saya.

Alasan kedua, kenapa pergi ke Inggris adalah impian? Saya melihat Inggris melalui buku, surat kabar, majalah, layar kaca, hingga layar lebar. Di media-media tersebut, Inggris seperti negeri yang tak pernah ada: tampak indah sekali. Benarkah apa yang saya lihat itu betulan ada di seberang benua sana?  Saya mau memastikan, keindahan yang saya lihat bukanlah rekayasa fotografi atau hiperbola media massa.

Mungkin orang bilang ikon-ikon unik Inggris adalah hal biasa saja. Melihat London Eye mungkin sama biasanya dengan melihat Monas, yang saya saja belum pernah melihat secara langsung. Lagi-lagi brand Inggris yang sudah tertanam kuat di pikiran saya, membuat London Eye yang sepintas tampak seperti bianglala di alun-alun utara tampak istimewa. Tentu saja dia memang istimewa, bukan?

Mungkin lanskap Inggris tampak indah dan begitu bercokol di benak saya karena melihat apa yang tersuguh dalam produk-produk budaya populer. Apa saja memangnya?

1. Musik
Saya pernah heran dengan pernyataan seorang penyanyi yang bilang "sehari tanpa musik rasanya sakit". Kala itu, saya berpikir, "ah, berlebihan". Ternyata dia benar, pemirsa! Sehari tanpa musik itu rasanya seperti tak keluar rumah seminggu. Jiwa rasanya kering seperti orang yang bekerja delapan jam sehari dan pulang-pulang langsung tidur. Membosankan? Ya, semacam itu.

Jadilah saya mendengarkan musik setiap harinya, berjam-jam. Lalu mulailah saya bisa memilah mana yang akan saya dengarkan dan tidak. Mana yang akan saya bilang keren dan biasa saja. Mungkin saya menyukai John Mayer, Linkin Park, Nirvana (ternyata selera musik saya random), dan musisi Paman Sam lainnya. Namun ternyata, silakan kalau tidak percaya, musik dari Inggris yang saya dengarkan bisa menciptakan kekuatan magis tersendiri. Dari yang indie pop, britpop, alternative rock, segala deh. Entahlah.

Buat saya, musik yang bagus adalah musik yang berhasil menciptakan lanskap tertentu dalam pikiran. Tentu ini subjektif ya. Namun pemandangan indah memang berhasil tercipta dalam benak tatkala mendengarkan The Beatles, Camera Obscura, Coldplay, Keane, dan sebutkan band Inggris lainnya yang kadang membius dan sendu-mengharu-biru. Dari kamar tidur, saya bisa terlempar ke padang rumput hanya dengan mendengar musik mereka.

Itu contoh pertama. Banyak lagi musisi Inggris lainnya yang pantas mendapatkan kata salut. Apalagi Inggris adalah pusat tumbuhnya genre musik populer. Ladies and gentlemen, please welcome, The Beatles, Queen, Rolling Stones, Blur, Oasis, Radiohead, and many more...

Saya dan Anda pasti setuju musisi-musisi di atas tidak sembarangan. Saya penasaran, suasana seperti apa yang membuat mereka mampu berkarya sebrilian itu. Bagaimana negeri mereka bisa membuat mereka menghasilkan karya-karya hebat. Saya ingin melihat bagaimana dinding Abbey Road Studio memantulkan karya besar yang dikenang sepanjang masa. Saya ingin melihat jalanan dan tempat-tempat yang menjadi inspirasi John Lennon dalam berkarya. 

Pasti ada sesuatu dalam sebuah tempat yang menghasilkan musisi-musisi besar, bukan semata karena talenta musisinya saja. Saya percaya itu. Saya akan merasakannya sendiri nanti.

2. Buku dan Film
Mau tak mau, saya harus akui, budaya Inggris memang banyak kita kenal lewat buku dan film. Pada awalnya, semuanya terasa biasa saja. Hingga suatu hari saya tersadar unsur-unsur Inggris ada pada karya-karya yang saya baca dan tonton.  Bayangan Inggris yang seru, asyik, dan indah itu tergambar dari keasyikan Lima Sekawan ketika bersepeda sambil membawa bekal limun, ketika Harry Potter menabrakkan trolinya ke peron, atau ketika Sherlock Holmes menyetop taksi di tepi jalan raya.

Tentu bukan negara sembarangan yang berhasil membuat para penulis berimajinasi dengan mengesankan. Mungkin Inggris memang betul-betul seru, asyik, dan indah. Mungkin Inggris memang seperti negeri dongeng dan fantasi. Jadi, ketika suatu hari saya menginjakkan kaki di Inggris, saya harus meyakinkan diri bahwa apa yang ada di hadapan mata bukanlah set sandiwara. Bantu cubit pipi saya besok.

Sudah beragam cara saya lakukan dan rintis untuk mengunjungi negeri impian. Paling tidak, saya melakukan sesuatu untuk lebih dekat dengan negeri yang saya lihat di layar dan bayangan. Ada yang berhasil, ada yang tidak, yang jelas impian saya belum terwujud.

Meski tak tahu kapan bisa pergi ke sana, saya tetap baca syarat pengajuan paspor dan visa. Saya tak pernah bosan melihat harga paket tur ke Inggris selama delapan hari delapan malam di halaman iklan surat kabar nasional ternama. Advertorial wisata masih saja menyihir pikiran. Masih suka sok senggang dengan mengecek tiket pesawat Jakarta-London dari berbagai maskapai.

Tentu saya juga masih mencari-cari sayembara yang bisa mengantar saya pergi ke sana. Beberapa kali gagal mendapatkan tiket gratis ke Inggris lewat sayembara di British Embassy Jakarta tak mengurungkan niat saya. Setidaknya impian saya terus terpantik lewat hadiah hiburan semacam ini:





Walaupun gagal dapat tiket gratis dan hanya dapat hadiah hiburan berupa bendera Inggris dari kertas dan ucapan selamat dari kedutaan, rasanya sudah seperti melambung ke langit. Rasa-rasanya saya memang bakal ke Inggris suatu hari.

Walaupun tidak menjanjikan bisa pergi ke Inggris gratis, saya rasa meliput kunjungan duta besar Inggris untuk Indonesia, Mark Canning, ke kampus saya penting dilakukan. Kebetulan saya menulis untuk situs informasi karir. Setidaknya saya membuktikan bahwa Inggris benar-benar ada, dan sang duta besar ada di depan mata, walau belum sempat foto bersama. (Liputan kunjungan Mark Canning yang saya tulis ada di sini)

Sekaranglah saatnya saya melihat keindahan lain selain kota nyaman yang saya tinggali. Sekarang saya baru melihat ini di Jogja:


Ngejaman, Yogyakarta (panoramio.com)


Suatu hari, saya harus melihat saudara kembarnya di London:


Big Ben (aboutbritain.com)


Sudah pernah ke keraton yang nyaman tenteram ini?


Keraton Yogyakarta (jogjawae.com)

Kita lihat 'keraton' versi Inggris nanti:


Buckingham Palace (visitlondon.com)

Waktu kecil saya mainan ini di alun-alun, saat ada perayaan pasar malam Sekaten:


Bianglala di pasar malam (pariwisata.jogjakota.go.id)


Setelah beranjak besar, saya harus naik bianglala yang lebih besar:


London Eye (visitlondon.com)


Sekarang masih mendengarkan The Beatles di rumah, besok harus 'ketemu langsung' di sini:


Besok harus pose di depan sini (infobritain.co.uk)


Di stasiun kebanggaan Jogja ini, kita tidak bisa main tubruk tembok kecuali mau kepala jadi benjol:


Berani tubruk? (kotawisataindonesia.com)

Besok bisalah ya, pura-pura nubruk dan nembus:


Peron 9 3/4 (travel.detik.com)

Dulu Liverpool FC pernah bermain di stadion kelurahan sebelah:


Stadion Maguwoharjo (bolaindo.com)

Besok harus nonton Liverpool FC langsung di Anfield:


Anfield Stadium (stadiumguide.com)

Jadi Inggris itu benar-benar ada kan ya? Biar impian saya ini jadi nyata. Biar saya yakin pemandangan indah Inggris di televisi bukanlah tipuan layar hijau. Biar saya percaya aksen orang Inggris memang seksi seperti itu.

Yah, semoga saya bisa ke Inggris suatu hari. Mungkin Smax Balls yang kecil imut dan penuh cita rasa ini bisa mengantarkan saya ke negeri impian. Amin :)) 








Baca tulisan saya sebelumnya di sini.



2 comments:

  1. jogja emang asik sist :D
    semangad semangad...! tetep optimis! ane doain deh :) biar impiannya bisa jalan-jalan ke inggris kesampean
    amin...

    salam blogger

    ReplyDelete
    Replies
    1. amiiin. amiin...
      terima kasih banyak sudah mampir :)
      sudah baca postinganmu juga, lucu dan kreatif, semoga sukses juga ya terbang ke inggris...

      Delete